Dalam
prakteknya, upaya pelestarian Biawak Komodo liar selayaknya dilakukan
dengan mendasarkan pada hasil-hasil penelitian tentang populasi liarnya.
Sebagai contohnya, keragaman genetika yang rendah di Pulau Gili Motang
dapat dientaskan dengan mengambil individu dari lokasi yang keragaman
genetikanya tinggi namun dengan derajat perbedaan antar populasi yang
rendah seperti dari Rinca bagian utara atau Flores bagian barat.
Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga keragaman genetika di Pulau Gili Motang dan
menghindari terjadinya kawin-tak-campur (inbreeding). Upaya pelestarian
Biawak Komodo seharusnya dilakukan secara in-situ, untuk menjamin
terjadinya pertukaran gen di alam. Upaya ini telah mendapat dukungan
dari kalangan internasional, termasuk di antaranya dukungan keuangan
dari Perhimpunan Kebun Binatang Eropa (Europan Association of Zoo and
Aquaria, EAZA), Persatuan Kebun Binatang dan Aquarium se-Amerika Serikat
(American Zoo and Aquariums Association, AZA), dan Kebun Binatang San
Diego (San Diego Zological Society), Amerika Serikat.
Selanjunya, upaya
pelestarian Biawak Komodo secara ex-situ hanya dapat dilakukan jika
upaya pelestarian di alam sudah tidak memungkinkan untuk dapat dilakukan
lagi. Hal ini adalah prinsip pelaksanaan pelestarian satwa yang
disebutkan di dalam petunjuk pelaksanaan IUCN mengenai manajemen
populasi ex-situ untuk tujuan pelestarian (IUCN Technical Guidelines on
the Management of Ex-situ populations for Conservation) yang disetujui
oleh Programme Committee of Council di Swiss pada tahun 2002
(terlampir).
Dua contoh mengenai mahalnya harga suatu pelajaran dari
kesalahan memanajemen satwa liar yang dilindungi di Indonesia adalah
dari kasus Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan Babirusa
(Babyrousa babyrussa). Kedua mamalia besar yang terancam kepunahan ini
seharusnya dilindungi di habitat aslinya, namun keduanya telah
diputuskan untuk ditangkarkan dengan dalih pelestarian secara ex-situ.
Alhasil, program penangkaran yang tidak disertai pemahaman yang benar
mengenai arti dan konsep dasar pelestarian satwa liar ini justeru
berakibat pada tingginya laju kepunahan kedua jenis endemik tersebut,
yang disebabkan oleh kegagalan usaha penangkaran kedua jenis satwa liar
ini. Pada kasus Badak Sumatra, satwa liar yang diambil langsung dari
alam mati dalam proses penangkaran. Sementara itu pada kasus Babirusa,
berita mengenai penangkaran ini memicu masyarakat awam untuk
berlomba-lomba menangkap satwa endemik Sulawesi ini untuk dijual kepada
calon penangkar.
untuk yang belum mengetahui Genetika Populasi dan peranannya dalam usaha pelestarian Biawak Komodo Part 4. kunjungi informasi kami sebelumnya.
|
-visit us: @Mr_ikky and Friends- |
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar